Oleh: Muhardi & Latifatur Robbaniyah – Peneliti SIAR
Dewasa ini, selalu ada anggapan bahwa perkebunan kelapa sawit menjadi primadona untuk dikembangkan baik secara besar maupun dengan segmentasi pasar kecil. Sebagai negara berkembang Indonesia menjadikan sektor pertanian dan perkebunan untuk menduduki posisi yang sangat penting. Komoditas perkebunan merupakan andalan bagi pendapatan nasional dan devisa negara, dimana total ekspor perkebunan pada tahun 2018 mencapai 28,1 miliar dolar atau setara dengan 393,4 Triliun rupiah. Selain berperan cukup penting bagi pendapatan negara, ekspansi perkebunan ini tentu meninggalkan jejak yang bermuatan permasalahan baik sosial maupun lingkungan. Dengan dukungan dari berbagai regulasi dan dorongan pemerintah hingga privat sektor. Kelapa sawit merupakan komoditi yang paling mendominasi luas areal perkebunan di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2019), luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 14,32 juta hektar. Rinciannya, perkebunan besar sebesar 8,51 juta hektar dengan produksi kelapa sawit 26,57 juta ton. Lalu perkebunan kelapa sawit rakyat seluas 5,81 juta hektar dengan produksi sebesar 13,99 juta ton. Selain itu, di beberapa penelitian, sektor perkebunan mendorong penyerapan tenaga kerja, pendapatan asli daerah (PAD), perluasan ekonomi, dan pembangunan.
Menyoal pembangunan, munafik rasanya jika hanya berbicara mengenai dampak positif dari industri kelapa sawit. Pembangunan industri kelapa sawit menimbulkan sejumlah permasalahan serius yang merentang dari aspek lingkungan hingga sosial. Sebagian besar dari permasalahan ini muncul akibat praktik-praktik industri yang tidak berkelanjutan. Industri kelapa sawit seringkali dikaitkan dengan deforestasi, dimana hutan-hutan primer dibabat untuk memberikan ruang bagi perkebunan sawit. Praktik ini merusak ekosistem alami, menyebabkan kehilangan keanekaragaman hayati, dan mengancam habitat satwa liar. Pembangunan perkebunan kelapa sawit juga dapat menciptakan konflik tanah dengan masyarakat lokal atau adat. Pemaksaan lahan dan pengusiran penduduk setempat seringkali melibatkan pelanggaran hak asasi manusia, menimbulkan ketidaksetaraan ekonomi dan ketidakpuasan sosial.
Suryadi (2020) dan Rahayu (2023) yang menyatakan bahwa dampak sosial terjadi secara bersamaan antara perubahan standar lain, perolehan keuntungan, munculnya konflik baru, dan dampak negatif terhadap lingkungan. Seperti biasanya Industri kelapa sawit sering mengandalkan penggunaan pestisida dan pupuk kimia untuk meningkatkan hasil produksi. Praktik ini dapat mencemari tanah dan air, memberikan dampak negatif pada kesehatan manusia, dan merusak ekosistem. Apalagi praktek pembakaran hutan untuk membersihkan lahan yang menyebabkan kebakaran hutan yang merugikan lingkungan dan kesehatan manusia. Kabut asap yang dihasilkan dapat mencemari udara, mempengaruhi kesehatan, dan merugikan ekonomi lokal. Permasalahan ini menuntut pendekatan holistik dan solusi berkelanjutan untuk memastikan bahwa industri kelapa sawit dapat berkembang tanpa merugikan lingkungan, masyarakat, atau ekonomi lokal. Diperlukan kerja sama antara pemerintah, industri, masyarakat sipil, dan konsumen untuk mencapai pembangunan industri kelapa sawit yang lebih berkelanjutan.
Penyambung pendapatan dan Penyumbang permasalahan
Pembangunan industri kelapa sawit di Indonesia menjadi kontroversial karena terdapat dua sudut pandang yang berlawanan. Di satu sisi, industri kelapa sawit dianggap sebagai penyambung pendapatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan bagi banyak pihak, sementara di sisi lain, industri ini diidentifikasi sebagai penyumbang permasalahan lingkungan, sosial, dan ekonomi. Penyambung Pendapatan dimana peningkatan perekonomian industri kelapa sawit telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Produksi kelapa sawit memberikan lapangan pekerjaan bagi jutaan orang, termasuk petani kecil dan buruh perkebunan. Peningkatan pendapatan bagi masyarakat, mengurangi tingkat pengangguran, dan menyokong pertumbuhan ekonomi. Bagi petani dan masyarakat lokal, kehadiran industri kelapa sawit dapat berarti diversifikasi pendapatan. Mereka tidak hanya bergantung pada satu jenis tanaman, yang dapat membantu meningkatkan ketahanan ekonomi. Investasi dalam industri kelapa sawit sering diikuti oleh pembangunan infrastruktur seperti jalan, sekolah, dan fasilitas kesehatan. Hal ini dapat meningkatkan aksesibilitas dan layanan dasar bagi masyarakat.
Melansir siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, terkait industri kelapa sawit dalam menjaga aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Dimana Produksi minyak sawit dan inti sawit pada tahun 2018 tercatat sebesar 48,68 juta ton, yang terdiri dari 40,57 juta ton crude palm oil (CPO) dan 8,11 juta ton palm kernel oil (PKO). Jumlah produksi tersebut berasal dari Perkebunan Rakyat sebesar 16,8 juta ton (35%), Perkebunan Besar Negara sebesar 2,49 juta ton (5%,) dan Perkebunan Besar Swasta sebesar 29,39 juta ton (60%). Komoditas perkebunan merupakan andalan bagi pendapatan nasional dan devisa negara, dimana total ekspor perkebunan pada tahun 2018 mencapai 28,1 miliar dolar atau setara dengan 393,4 Triliun rupiah.
Kontribusi sub sektor perkebunan terhadap perekonomian nasional diharapkan semakin meningkat memperkokoh pembangunan perkebunan secara menyeluruh. Industri kelapa sawit di Indonesia dibangun dengan pendekatan yang memprioritaskan keseimbangan antara aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Hal ini sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan, yang telah diatur secara khusus dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam RPJMN 2020-2024, pembangunan berkelanjutan telah ditetapkan sebagai salah satu aspek pengarusutamaan, yang bertujuan untuk memberikan akses pembangunan yang adil dan inklusif, serta menjaga lingkungan hidup, sehingga mampu menjaga peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Melalui pendekatan tersebut, Pemerintah Indonesia yakin bahwa pembangunan kelapa sawit berkelanjutan berkontribusi signifikan terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Tentu, hal di atas bukan hasil final ketika kita mengulik dampak industri kelapa sawit di Indonesia. Menjadi penyumbang permasalahan dimana ekspansi perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan deforestasi yang merusak ekosistem hutan primer, mengancam keanekaragaman hayati, dan mengakibatkan kerugian habitat bagi satwa liar. Hilangnya biodiversitas, perubahan iklim, dan kerusakan ekosistem alami. Penggunaan pestisida dan pupuk kimia dalam perkebunan kelapa sawit dapat mencemari tanah dan air, memberikan dampak negatif pada kesehatan manusia dan ekosistem. Praktek pembakaran hutan untuk membersihkan lahan perkebunan kelapa sawit sering menyebabkan kebakaran hutan, menghasilkan kabut asap yang merugikan kesehatan dan lingkungan. Indonesia mendapat tekanan dari komunitas internasional terkait praktik-praktik yang tidak berkelanjutan dalam industri kelapa sawit. Penolakan produk oleh konsumen dan perusahaan yang peduli lingkungan, serta peningkatan persyaratan regulasi. Tak hanya itu, konflik tanah dan hak asasi manusia dalam Industri kelapa sawit sering dikaitkan dengan konflik tanah dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap masyarakat adat atau lokal. Pengusiran masyarakat dari tanah mereka, ketidaksetaraan ekonomi, dan ketegangan sosial. Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah mengenai konflik sawit dan penembakan yang berujung kematian warga Seruyan.
Keseluruhan, kontroversi pembangunan industri kelapa sawit di Indonesia mencerminkan konflik antara kebutuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Oleh karenanya tidak menutup kemungkinan jika kita berharap adanya upaya kolaboratif dari pemerintah, industri, masyarakat sipil, dan konsumen untuk mengembangkan solusi yang seimbang dan berkelanjutan walaupun persentase terjadinya begitu kecil.
Referensi:
Layanan Riset Parlemen Eropa, Sekilas: Kelapa Sawit: Dampak Ekonomi dan Lingkungan, 2020
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-67052295
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan/article/view/22511/pdf
https://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/jtamps/index
https://www.tuk.or.id/2015/01/dampak-kelapa-sawit/