Oleh: Muhardi Juliansyah – Peneliti SIAR
Sejak diluncurkan pada 2011, ISPO masih tidak terasa dampaknya terhadap pencegahan kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia yang berkaitan dengan usaha perkebunan kelapa sawit. Pada kebakaran hutan 2019, beberapa area konsesi yang terbakar merupakan 1 konflik dan luas area terdampak 645.484,42 hektar.
Publikasi FWI mendalilkan ISPO belum mampu merespon dampak negatif kegiatan usaha sawit, terutama aspek 3 Menyikapi penerbitan Perpres ISPO tersebut, perlu dianalisa apakah kelemahan-kelemahan peraturan ISPO sebelumnya terjawab dalam Perpres ini, sehingga dapat menjamin perlindungan lingkungan dan HAM dalam kegiatan usaha kelapa sawit. Secara spesifik, opini hukum ini akan fokus pada perlindungan hak masyarakat hukum adat dan lokal. perusahaan yang telah mengantongi ISPO.
Setelah melalui serangkaian proses yang panjang, Presiden RI telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, selanjutnya disebut Perpres tentang Sistem Sertifikasi ISPO, pada tanggal 13 Maret 2020 dan telah diundangkan pada tanggal 16 Maret 2020.
Perpres ini diterbitkan dengan beberapa dasar pertimbangan, bahwa perkebunan kelapa sawit Indonesia menyerap tenaga kerja yang cukup besar dan menyumbang devisa bagi negara sehingga diperlukan sistem pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang efektif, efisien, adil dan berkelanjutan demi mendukung pembangunan ekonomi nasional.
Namun saat ini perpres ini masih belum mampu menjawab permasalahan-permasalahan perkebunan kelapa sawit seperti konflik agraria, kebakaran hutan dan lahan dan permasalahan hak asasi manusia. Hambatan, masalah, tantangan, dan tuntutan krusial terkait dengan sistem sertifikasi ISPO antara lain.
Pertama, terkait dengan pemahaman dan kebijakan tentang definisi dan konsep dasar sustainability (keberlanjutan) di Indonesia. Persoalan sangat mendasar yang belum pernah dibahas secara tuntas dalam konteks Indonesia adalah pemahaman bersama tentang definisi dan konsep dasar sustainability dalam pengelolaan dan pengembangan kelapa sawit.
Kedua, mekanisme kelembagaan penyelenggaraan sertifikasi ISPO. Persoalan mendasar dalam mekanisme kelembagaan ISPO terletak pada mekanisme penyelenggaraan proses sertifikasi ISPO yang dinilai sebagian pihak tidak independen, transparan, akuntabel, dan kredibel.
Ketiga, substansi prinsip, kriteria, dan indikator dari sistem sertifikasi ISPO. ISPO diklaim sebagian pihak lebih mencerminkan kepentingan nasional. Prinsip, kriteria, dan indikator yang dibuat belum mampu menjawab permasalahan dan kelemahan tata kelola perizinan, pengawasan, inkonsistensi kebijakan, minimnya transparansi, dan lemahnya penegakan hukum yang terus terjadi.
Keempat, legalitas dan pembiayaan sistem sertifikasi ISPO. Penyelenggaraan sistem sertifikasi ISPO selama ini dinilai kurang berjalan maksimal karena beberapa faktor, antara lain mengenai pemenuhan aspek legalitas dan masalah pembiayaan.
Kelima, keberterimaan sistem sertifikasi ISPO di pasar global (Policy Brief Rancangan Peraturan Presiden tentang Penguatan ISPO, 25 Oktober 2016, 2–3).
Terdapat beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa sejak diluncurkan pada 2011, ISPO masih belum terasa besar dampaknya pada petani swadaya, pencegahan kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terkait dengan industri perkebunan kelapa sawit:
Kurangnya Penegakan Hukum yang Efektif, meskipun ISPO menetapkan standar untuk praktik berkelanjutan dalam industri kelapa sawit, penegakan hukum terhadap pelanggaran seringkali lemah. Ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kurangnya sumber daya manusia dan keuangan, serta kurangnya kesadaran tentang pentingnya penegakan hukum dalam melindungi lingkungan dan hak asasi manusia.
Kurangnya Transparansi dan Akuntabilitas, proses sertifikasi dan pengawasan ISPO mungkin tidak selalu transparan, dan akuntabilitas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit mungkin kurang terjamin. Kurangnya transparansi dapat menyulitkan masyarakat untuk memantau dan melaporkan pelanggaran yang terjadi.
Pertumbuhan Industri yang Cepat, pertumbuhan industri kelapa sawit yang cepat dapat menghasilkan tekanan untuk memenuhi permintaan yang tinggi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan perusahaan mengabaikan praktik berkelanjutan demi keuntungan ekonomi yang lebih besar. Hal ini dapat meningkatkan risiko kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Kurangnya Kesadaran dan Pendidikan, kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya praktik berkelanjutan mungkin masih rendah di antara perusahaan dan masyarakat lokal. Kurangnya pendidikan dan kesadaran dapat menyebabkan kelalaian dalam menerapkan standar ISPO dan meningkatkan risiko pelanggaran.
Tantangan dalam Keterlibatan para Pihak
Tantangan dalam mengkoordinasikan dan melibatkan semua pihak terkait, termasuk pemerintah, petani swadaya, perusahaan, masyarakat sipil, dan lembaga internasional, juga dapat menghambat upaya untuk mencegah kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak terkait, peningkatan transparansi dan akuntabilitas, penegakan hukum yang lebih efektif, peningkatan kesadaran dan pendidikan, serta keterlibatan aktif dari semua pihak dalam proses sertifikasi dan pengawasan ISPO. Ini memerlukan upaya bersama antara pemerintah, industri, masyarakat sipil, dan lembaga internasional.
Pembahasan intensif dan konsultasi diperlukan untuk menghasilkan standar yang mencakup aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi dalam produksi kelapa sawit. Langkah selanjutnya dalam perjalanan ISPO adalah implementasi standar tersebut oleh petani dan produsen kelapa sawit. Ini melibatkan adaptasi praktek-produksi yang memenuhi persyaratan ISPO, termasuk pemeliharaan hutan, pengelolaan limbah, perlindungan tenaga kerja, dan keterlibatan masyarakat lokal. Bagi petani, hal ini kadang memerlukan investasi tambahan dalam infrastruktur, pelatihan, dan perubahan proses kerja. Namun, langkah ini penting dalam upaya membangun industri kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Salah satu keuntungan utama bagi petani dalam mengikuti perjalanan ISPO adalah akses yang lebih baik ke pasar. Banyak pembeli internasional, termasuk perusahaan makanan dan minuman global, semakin menuntut produk kelapa sawit yang telah disertifikasi ISPO. Dengan memperoleh sertifikasi ini, petani dapat mengakses pasar yang lebih luas dan mengamankan keberlanjutan ekonomi mereka.
Selain itu, ISPO juga memberikan keuntungan lain bagi petani, seperti peningkatan reputasi. Sertifikasi ISPO menunjukkan komitmen petani terhadap praktik-produksi yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Ini tidak hanya meningkatkan reputasi petani di mata konsumen, tetapi juga memperkuat hubungan dengan pemangku kepentingan lainnya, termasuk pemerintah dan organisasi lingkungan.
Perlindungan lingkungan dan kesejahteraan sosial juga merupakan bagian penting dari keuntungan ISPO bagi petani. Standar ISPO memperhatikan praktik-produksi yang ramah lingkungan, seperti pemeliharaan hutan dan pengelolaan limbah. Selain itu, ISPO juga menekankan perlindungan hak-hak tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat lokal yang terdampak oleh produksi kelapa sawit.
Meskipun demikian, perjalanan menuju ISPO juga dapat menimbulkan tantangan bagi petani. Biaya sertifikasi, perubahan praktik-produksi, dan investasi dalam infrastruktur yang memenuhi standar ISPO merupakan beberapa dari banyak tantangan yang dihadapi petani. Oleh karena itu, dukungan dari pemerintah, perusahaan kelapa sawit, dan pemangku kepentingan lainnya sangat penting dalam memastikan keberhasilan perjalanan ISPO bagi petani.
Secara keseluruhan, ISPO mewakili langkah yang signifikan menuju keberlanjutan dalam produksi kelapa sawit di Indonesia. Perjalanan ini melibatkan kolaborasi antara berbagai pihak untuk membangun industri kelapa sawit yang lebih berkelanjutan, bertanggung jawab, dan menguntungkan bagi semua pemangku kepentingan, termasuk petani. Dengan terus memperkuat dan menerapkan standar ISPO, Indonesia dapat menjadi contoh dalam mempromosikan produksi kelapa sawit yang lebih berkelanjutan secara global.
Sumber:
https://www.bpdp.or.id/opini-perpres-nomor-44-tahun-2020-tentang-sistem-sertifikasi-ispo