Rencana Tata Ruang dan Guna Lahan (RTRW) adalah dokumen perencanaan yang mengatur tata ruang dan penggunaan lahan suatu wilayah, seperti desa. RTRW menjadi landasan dalam penyelenggaraan pembangunan dan pengendalian pemanfaatan lahan di tingkat desa. Kesadaran dan penataan ruang telah diatur melalui UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (UU Penataan Ruang). Konsideran regulasi ini menganut filosofi bahwa ruang wilayah NKRI sebagai wadah dan sumberdaya yang penting untuk ditingkatkan pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna dan berhasil guna. Karena itu, pengelolaannya harus mempedomani kaidah penataan ruang, agar menghasilkan kualitas ruang wilayah yang berkelanjutan, untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial.
Secara sosiologis beleid penataan ruang ini diterbitkan karena dinamika yang dialami ruang wilayah yang semakin terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang. Sehingga dibutuhkan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif, untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan. Selanjutnya regulasi ini membuat klasifikasi penataan ruang berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Sudah tentu penataan ruang ini musti terintegrasi dengan perencanaan pembangunan nasional, perencanaan pembangunan daerah dan perencanaan desa.
Menurut perspektif UU Desa perencanaan tata ruang desa dan tata guna lahan desa terintegrasi ke dalam dokumen RPJMDesa. Hal ini sejalan dengan spirit UU Desa yang mendorong desa untuk meningkatkan kualitas ruang wilayahnya sebagai wadah dan sumberdaya. Desa berwenang mengatur dan mengurus ruang wilayahnya sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat. Artinya, desa berkuasa dan bertanggung jawab mewujudkan ruang wilayah desa secara bijaksana (sesuai lokalitas desa), berdaya guna dan berhasil guna. Norma ini merupakan manifestasi atas asas utama pengaturan desa, yaitu asas rekognisi dan subsidiaritas. Lebih lanjut pada aspek perencanaan pembangunan desa, pasal 79 ayat (4) UU Desa mengunci secara tegas, bahwa satu-satunya dokumen perencanaan di desa adalah rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDesa) dan rencana kerja pemerintah desa (RKPDesa). Kedua dokumen perencanaan desa ini alas hukumnya Peraturan Desa (Perdes).
Proses menuju Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa melibatkan beberapa tahap yang melibatkan partisipasi masyarakat dan pihak terkait. Berikut adalah alur umumnya:
Sumber: Diolah dari Permendesa no 17 tahun 2019
Setidaknya ada beberapa argumentasi penting yang melandasi ide mengintegrasikan tata ruang dan tata guna lahan desa ke dalam RPJMDesa. Pertama, memperkuat sistem desa. Desa harus mengembangkan sistem pemerintahan dan sosial ekonomi di era UU Desa ini. Sistem pemerintahan desa yang menguat ditandai oleh kemauan politiknya untuk menerbitkan Perdes Kewenangan Desa dan Perencanaan Desa. Sistem perencanaan desa harus melibatkan semua pihak terkait desa.
Kedua, mengoptimalkan pemanfaatan ruang desa. Satu desa satu perencanaan harus dijaga dan ditegakkan. Desa-desa yang berada atau berbatasan dengan kawasan hutan beresiko tinggi mengalami tumpang tindih pemanfaatan ruang. Karena itu RPJMDesa harus menjadi satu-satunya dokumen perencanaan pembangunan desa. Dalam dokumen ini sudah ditetapkan penataaan ruang desa dan pemanfaatannya, dengan rincian berdasarkan topografi, kualitas tanahnya, sejarah kebencanaannya dan aspek penting lainnya. Cara kerja mitigatif ini sesuai dengan pendekatan kerangka kerja penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood frame work).
Selama proses ini, partisipasi aktif dan pemahaman masyarakat desa sangat penting. Proses yang inklusif dan transparan akan membantu menciptakan RTRW dan RPJM Desa yang lebih relevan dan sesuai dengan kebutuhan serta aspirasi masyarakat setempat.