Perempuan memiliki potensi strategis pada sektor pembangunan perkebunan kelapa sawit. Potensi ini dapat dilihat pada keterlibatan perempuan secara langsung, dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit di kebun milik keluarga. Namun, pengetahuan dan pendidikan tentang gender menjadi salah satu kendala di masyarakat dalam menerapkan berbagai prinsip dan konsep gender yang pada dasarnya menjadi salah satu kunci untuk memberikan ruang dan kesempatan bagi perempuan dalam mengeksplorasikan kemampuan dan potensinya di dalam berbagai aktivitas di masyarakat maupun di perkebunan kelapa sawit. Hal lain yang terpenting adalah upaya mencegah potensi diskriminasi dan kesenjangan sosial dalam kehidupan berkeluarga petani kelapa sawit. Keterlibatan perempuan untuk bekerja di luar rumah menandakan bahwa perempuan telah berusaha merekonstruksi sejarah hidupnya, dengan membangun identitas baru bagi dirinya, tidak hanya sebagai ibu/istri, mereka juga melakukan pekerja sampingan yang membantu suami dan memberikan tambahan penghasilan sebagai pekerja atau wanita karir (Irwan, 2006).
Kesenjangan gender lebih lebar di industri yang didominasi laki-laki seperti industri kelapa sawit di mana perempuan dapat terkena dampak kekerasan gender dan pelecehan seksual secara tidak proporsional. Banyak korban perempuan menderita dalam diam karena takut kehilangan pekerjaan. Perilaku seperti itu dari atasan, sesama karyawan, dan lainnya, jika dibiarkan dapat menimbulkan trauma psikologis, stigma, dan pengucilan bagi para korban. Hal ini dapat menyebabkan situasi lain seperti berkurangnya kapasitas kerja, kehamilan yang tidak diinginkan, depresi, dan kecemasan yang seringkali tidak terpantau oleh auditor. Contoh kasus yang terjadi pada seorang anak perempuan berumur 12 tahun di Binjai, Sumatera Utara, menjadi korban kekerasan seksual hingga hamil delapan bulan. Anak tersebut tinggal di kawasan perkebunan kelapa sawit tempat orangtuanya bekerja.
Mengenai kasus pelecehan seksual di Medan ini, terbukti bahwa beberapa tempat dan pekerjaan memang rentan terjadi kekerasan atau pelecehan seksual. Menurut Hotler Parsaoran dari Sawit Watch, kondisi pekerja perempuan di perkebunan sawit jauh lebih parah daripada pekerja laki-laki. Selain kekerasan seksual mulai dari pelecehan verbal hingga perkosaan, pekerja perempuan juga mengalami hal lain seperti masalah kesehatan akibat pengoperasian alat penyemprot pestisida tanpa pengamanan yang memadai, dan kasus keguguran karena kerja fisik yang terlalu berat.
Pedoman gender RSPO bertujuan untuk mengatasi tantangan tersebut dengan memperkenalkan lima strategi utama bagi perusahaan dan petani swadaya untuk membantu mengatasi masalah tersebut, termasuk:
- kebijakan tanpa toleransi untuk kekerasan berbasis gender
- melatih staf tentang pencegahan dan penanganan kekerasan gender
- toilet dan ruang ganti terpisah untuk pria dan wanita
- akses ke konseling dan fasilitas kesehatan
- mengangkat pengawas perempuan.
Dalam mengembangkan panduan ini, kami berbicara dengan tokoh perempuan terkemuka di sektor ini untuk mendengar pendapat mereka tentang topik tersebut, dan bagaimana hal ini terkait dengan strategi yang diusulkan dalam Panduan Gender. Mereka berbagi bahwa norma dan nilai gender masyarakat dan budaya memperkuat hubungan yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan dan menormalkan pelecehan seksual dan kekerasan gender di tempat kerja. Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk mengatasi tantangan tersebut.
Perbedaan dalam pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yang terjadi pada kegiatan bertani berladang, terlihat pada persentase durasi bekerja laki-laki sebesar 458 jam (47,32%) sedangkan perempuan sebesar 510 jam (52,68%) (Bernard Et al.1998). Pada kegiatan usahatani, pembagian kerja antara wanita dan pria masih belum setara, bahkan tingkat kesetaraan gendernya masih rendah (Meiranti 2016). Meskipun pada beberapa penelitian, peran wanita di bidang pertanian dinilai penting, terlebih dibidang keuangan dan perencanaan dibanding pria (Notoatmodjo 2011), namun tetap saja hasil penelitian beberapa ahli menunjukkan pria lebih mendominasi kegiatan pertanian (Rosmawati et al.2016, Taridala 2010).
Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender tidak berarti bahwa laki-laki dan International Labor Organization atau ILO (2015) mengemukakan prinsip kesetaraan gender di tempat kerja berkaitan dengan adanya pemenuhan hak dan kesempatan yang sama, serta perlakuan yang adil antara laki-laki dan perempuan. ILO menetapkan Standar Perburuhan Internasional tentang kesetaraan gender diantaranya diatur dalam:
(1) Konvensi ILO No.100/1950 tentang Upah yang adil. Upah yang adil untuk pekerjaan dengan nilai setara, yang mengacu pada :
- Keterampilan dan kualifikasi melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja;
- Tugas dan tanggung jawab;
- Upaya fisik, mental, dan psikologis; dan
- Kondisi kerja (secara fisik, psikologis, dan sosial);
(2) Konvensi ILO No.111/1958 tentang Diskriminasi (dalam hal Pekerjaan dan Jabatan) : Kesempatan kerja yang adil dalam semua tahapan siklus pekerjaan;
(3) Konvensi ILO No.183/2000 tentang Perlindungan Persalinan;
(3) Konvensi ILO No.156 tahun 1981 tentang Pekerja yang memiliki tanggung jawab keluarga.
Undang-Undang Nomor 13/2003 Pasal 1 (2) tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang dapat bekerja, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Musallamah (2017), diperoleh hasil bahwa mayoritas perempuan pekerja sawit bekerja di bidang perawatan, seperti :
- Pemberian pupuk;
- Membrondol;
- Penyemprotan hama; dan
- Menyiangi rumput liar
Berdasarkan fungsinya, pada penelitian Sairin (1990) pembagian kerja dalam perkebunan kelapa sawit dibagi menjadi tiga kelompok, diantaranya :
- Buruh panen, yang bertugas melakukan panen buah kelapa sawit, pekerjaan ini khusus untuk laki-laki;
- Buruh pemeliharaan, yang bertugas untuk melakukan chemist, mencabut hama tanaman, memperbaiki jalur tanaman dan saluran air. Bidang ini dapat dikerjakan baik laki-laki maupun perempuan, namun mayoritas buruh perempuan lebih diutamakan pada pekerjaan membersihkan tanaman liar yang dapat mengganggu produksi kelapa sawit; dan
- Buruh serabutan, yang bertugas sebagai operator generator listrik, pompa air, tukang kayu, tukang kebun, security, dan pembantu rumah tangga.
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 44 Tahun 2020 mengatur mengenai Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia yang selanjutnya diikuti dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO). ISPO tidak mengatur secara eksplisit terkait dengan aspek perlindungan hak-hak wanita. Terdapat beberapa prinsip yang diatur dalam ISPO untuk melindungi para pekerja di perkebunan sawit. Pasal 3 ayat (2) huruf d Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020 menyebutkan bahwa sertifikasi ISPO kepada Perusahaan Perkebunan dilakukan dengan menerapkan prinsip tanggung jawab ketenagakerjaan. Kriteria untuk prinsip tersebut meliputi:
- keselamatan dan kesehatan kerja (K3);
- persyaratan administrasi terkait hubungan kerja;
- peningkatan kesejahteraan dan kemampuan pekerja;
- penggunaan pekerja anak dan diskriminasi dalam pekerjaan;
- fasilitasi pembentukan serikat pekerja; dan
- fasilitasi pembentukan koperasi pekerja dan karyawan.
Selebihnya, terdapat Prinsip tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat tertuang dalam Pasal 3 ayat (2), yang mana meliputi:
- tanggung jawab sosial kemasyarakatan;
- pemberdayaan masyarakat hukum adat/penduduk asli; dan
- pengembangan usaha lokal.
Namun, ketentuan tersebut di atas sangat abu-abu dan tidak mengakomodir kondisi aktual pekerja perempuan di perkebunan sawit. Berdasarkan hal tersebut penting kiranya memasukkan secara eksplisit kesetaraan gender dan perlindungan hak asasi perempuan ke dalam salah satu kriteria ISPO.
Referensi
https://www.wwf.id/upload/2022/07/Policy_Paper_Isu-Isu_Gender_dan_HAM_di_Perkebuna n_Sawit.pdf
https://ojs.unm.ac.id/sosialisasi/article/view/33683/16891
http://ejournal.skpm.ipb.ac.id/index.php/jskpm/article/view/799/374