Oleh: Herlambang Adjie Wibowo
Perkebunan karet merupakan salah satu sektor perkebunan penting di Indonesia dan dunia, berkontribusi besar terhadap perekonomian negara penghasil karet. Indonesia sendiri adalah salah satu produsen karet alam terbesar di dunia, setelah Thailand, dengan luas lahan yang mencapai jutaan hektare. Karet, yang dihasilkan dari pohon Hevea brasiliensis, banyak digunakan dalam industri ban, otomotif, dan produk-produk lainnya.
Perkebunan karet telah menjadi salah satu sektor agribisnis yang penting di Indonesia, khususnya di wilayah Kalimantan Barat. Sebagai salah satu penghasil karet utama, perkebunan ini berperan besar dalam ekonomi pedesaan, dengan lebih dari 500.000 hektare lahan yang ditanami karet. Sebagian besar kebun karet di Kalimantan Barat dikelola oleh petani kecil yang bergantung pada komoditas ini sebagai sumber pendapatan utama mereka.
Meskipun memiliki potensi ekonomi yang besar, industri karet saat ini menghadapi tantangan serius. Petani karet, terutama di daerah pedesaan, sangat bergantung pada komoditas ini sebagai sumber pendapatan utama, meskipun harga yang tidak stabil sering kali membuat keuntungan mereka berkurang. Adapun kendala yang dialami pada produktivitas dan daya jual karet di dipengaruhi faktor-faktor yakni:
- Usia Tanaman yang Tua dan Kurangnya Peremajaan
Banyak tanaman karet di Kalbar sudah tua, yang secara alami menurunkan produktivitasnya. Rendahnya tingkat peremajaan tanaman menyebabkan penurunan hasil panen. Produksi karet di Kalbar hanya mencapai sekitar 700 kg per hektar, jauh lebih rendah dari rata-rata nasional yang mencapai 900-1.000 kg, dan juga kalah dibandingkan dengan Thailand yang mencapai 1.800 kg per hektar.
- Harga Karet yang Rendah
Harga karet yang rendah, yakni sekitar Rp8.000 hingga Rp9.000 per kilogram di tingkat petani, membuatnya kurang menguntungkan dibandingkan dengan komoditas lain seperti kelapa sawit. Hal ini mendorong petani untuk beralih ke komoditas lain yang lebih menguntungkan.
- Tata Niaga yang Tidak Efisien
Rantai distribusi karet yang panjang dan tidak efisien turut mempengaruhi daya jual karet. Tata niaga yang berbelit-belit menyebabkan petani menerima harga yang lebih rendah, jauh dari harga di pasar internasional.
- Cuaca dan Kondisi Lingkungan
Kondisi cuaca yang tidak stabil, seperti kemarau basah, turut mempengaruhi produktivitas karet. Tanaman karet sangat bergantung pada kondisi cuaca yang baik untuk produksi getah yang optimal.
Kombinasi faktor-faktor ini telah membuat karet menjadi kurang kompetitif dibandingkan dengan komoditas lain seperti kelapa sawit, yang lebih menguntungkan dari segi produktivitas dan harga pasar.
Melihat hal tersebut maka terjadilah konversi lahan dari perkebunan karet menjadi komoditas lain seperti sawit. PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) melakukan peningkatan produktivitas pengelolaan tanaman dengan mengkonversi komoditas karet menjadi sawit seluas kurang lebih 15.000 hektare. Hal ini sudah direncanakan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) PTPN VIII tahun 2021-2026. “Kebijakan konversi komoditas karet menjadi sawit akan dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan rekomendasi dalam feasibility study yang akan dibuat oleh PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN).
Tahap awal akan dilakukan konversi sebesar sekitar 5.000 ha karet ke sawit,” kata Wispramono, dalam keterangan tertulis kepada Bisnis, Jumat 19 Agustus 2022. Kepala Bagian Kelapa Sawit dan Karet PTPN VIII Budhi Herdiyana Tresnadi menambahkan strategi korporasi down-sizing komoditas karet nantinya terpaksa harus dilakukan apabila harga jual tidak membaik dan produktivitas terus menurun. Dia menambahkan, komoditas karet akan sunset apabila tidak adanya perbaikan secara menyeluruh dalam pengelolaan operasional perusahaan dan sudah barang tentu harus didukung dengan regulasi yang menguntungkan untuk pengusaha karet tanah air, sehingga kebutuhan karet dalam dan luar negeri dapat terpenuhi dengan harga yang wajar.
Komoditas sawit sendiri terus mengalami peningkatan karena Pertama, produktivitasnya yang tinggi dan biaya produksi yang relatif rendah dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari, membuat sawit menjadi komoditas yang sangat menguntungkan. Luas perkebunan sawit juga terus meningkat, dengan provinsi seperti Riau, Kalimantan Barat, dan Sumatera Utara sebagai sentra produksinya.
Kedua, kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan industri ini juga berperan penting, termasuk insentif untuk pengembangan perkebunan rakyat dan hilirisasi produk sawit. Pada tahun 2021, hilirisasi sawit dalam negeri mulai berkembang melalui sektor oleopangan (makanan), oleokimia (produk kimia), dan bioenergi. Selain itu, sawit juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Hal – hal yang telah disebutkan tersebut lah yang membuat industri kelapa sawit sangat diminati.
Meski sedang mengalami penurunan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) ingin mengembalikan kejayaan produksi komoditas karet. Disbunnak mengatakan langkah awal meningkatkan kembali produksi karet di Kalbar adalah melakukan temu bisnis antara petani atau kelompok tani dengan pelaku usaha agar bisa menghasilkan komitmen terutama terkait harga karet yang wajar. Dengan demikian, bisa menjadi prospek bagi petani dan terdorong kembali untuk menanam karet.
REFERENSI
https://www.antaranews.com/berita/3654243/pemprov-kalbar-ingin-kembalikan-kejayaan-komoditas-karet
https://palmoilina.asia/sawit-hub/perkembangan-industri-sawit-indonesia/
https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/ekonomi/membangun-industri-sawit-berkelanjutan