Oleh: Muhardi Juliansyah
European Union Deforestation Regulation (EUDR) merupakan salah satu regulasi yang diadopsi oleh Uni Eropa untuk mencegah deforestasi dan degradasi hutan akibat kegiatan ekonomi. Regulasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa produk yang diimpor ke Uni Eropa tidak berkontribusi pada deforestasi atau kerusakan lingkungan. Di sisi lain, petani swadaya adalah petani kecil yang tidak tergabung dalam kelompok atau koperasi dan sering kali mengandalkan tenaga keluarga untuk mengelola lahan mereka. Keterkaitan antara EUDR dan petani swadaya menjadi penting untuk dipahami, mengingat dampak regulasi ini terhadap keberlanjutan pertanian dan kesejahteraan petani kecil di negara-negara berkembang.
EUDR bertujuan untuk mengurangi deforestasi dengan mengatur impor komoditas seperti minyak kelapa sawit, kayu, kopi, dan kedelai yang sering dikaitkan dengan perusakan hutan. Regulasi ini mewajibkan perusahaan untuk memastikan bahwa produk mereka tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi setelah tanggal tertentu. EUDR juga mewajibkan pelaporan dan ketertelusuran yang ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap standar lingkungan.
EUDR menetapkan standar ketat untuk memastikan bahwa produk yang masuk ke pasar Uni Eropa tidak berasal dari lahan yang telah mengalami deforestasi setelah tanggal tertentu. Hal ini berarti bahwa petani yang ingin mengekspor produk mereka ke Uni Eropa harus memenuhi persyaratan ketertelusuran dan sertifikasi yang ketat. Bagi petani swadaya, tantangan terbesar adalah memenuhi persyaratan administratif dan teknis yang diperlukan untuk mematuhi EUDR. Mereka mungkin tidak memiliki sumber daya atau pengetahuan yang cukup untuk melakukan pemantauan dan pelaporan yang diperlukan.
Ekspansi Lahan Pertanian
Ekspansi lahan pertanian di banyak negara berkembang seringkali menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi. Negara-negara seperti Indonesia, Brasil, dan Malaysia, yang merupakan produsen utama minyak kelapa sawit dan kedelai, seringkali melakukan perluasan lahan untuk meningkatkan produksi. Data dari Global Forest Watch menunjukkan bahwa pada tahun 2022, Indonesia kehilangan sekitar 1,7 juta hektar hutan, sementara Brasil kehilangan sekitar 3,1 juta hektar hutan tropis, sebagian besar akibat ekspansi lahan pertanian.
Dampak EUDR dan Tantangan Terhadap Petani Swadaya
Petani swadaya seringkali menghadapi berbagai tantangan, termasuk keterbatasan akses terhadap teknologi, informasi, dan pasar. Mereka mungkin kesulitan untuk memahami dan mematuhi regulasi internasional seperti EUDR. Selain itu, biaya untuk mendapatkan sertifikasi dan memastikan ketertelusuran produk dari lahan mereka bisa sangat tinggi. Tanpa dukungan yang memadai, regulasi ini bisa menyebabkan petani swadaya kehilangan akses ke pasar Eropa, yang dapat berdampak negatif terhadap pendapatan mereka.Meskipun ada banyak tantangan, EUDR juga membuka peluang bagi petani swadaya untuk meningkatkan praktik pertanian mereka dan mendapatkan akses ke pasar yang lebih luas. Untuk memanfaatkan peluang ini, diperlukan dukungan dari pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta. Dukungan ini bisa berupa penyediaan pelatihan dan edukasi mengenai praktik pertanian berkelanjutan, bantuan teknis untuk memantau dan melaporkan ketertelusuran produk, serta subsidi atau bantuan finansial untuk mendapatkan sertifikasi yang diperlukan.
Konflik Antara EUDR dan Ekspansi Lahan
- Kepentingan Ekonomi vs. Lingkungan, bagi negara-negara produsen seringkali berargumen bahwa ekspansi lahan pertanian diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, EUDR berfokus pada perlindungan lingkungan dan keberlanjutan, yang dapat membatasi ekspansi lahan dan mengurangi pendapatan dari ekspor komoditas.
- Biaya Kepatuhan, EUDR menetapkan persyaratan ketertelusuran dan sertifikasi yang ketat, yang bisa mahal dan sulit dipenuhi oleh negara-negara berkembang. Biaya untuk memantau dan melaporkan asal-usul produk bisa menjadi beban tambahan bagi petani dan perusahaan kecil.
- Pengaruh Terhadap Pasar, dengan EUDR, produk yang tidak memenuhi standar lingkungan Uni Eropa akan sulit masuk ke pasar Eropa. Hal ini dapat mengurangi permintaan dan harga komoditas tertentu, yang berdampak pada pendapatan petani dan ekonomi negara produsen.
Menurut laporan dari World Resources Institute (WRI), deforestasi global pada tahun 2022 mencapai 11,1 juta hektar, dengan kontribusi terbesar dari ekspansi lahan pertanian. Dari jumlah ini, sekitar 9,3 juta hektar hilang di daerah tropis, yang merupakan rumah bagi keanekaragaman hayati yang tinggi. Data dari Food and Agriculture Organization (FAO) juga menunjukkan bahwa produksi minyak kelapa sawit global meningkat dari 60 juta ton pada tahun 2016 menjadi 72 juta ton pada tahun 2022, yang sebagian besar berasal dari ekspansi lahan di Asia Tenggara.
Solusi Potensial
Untuk menyelaraskan EUDR dengan kebutuhan ekspansi lahan pertanian, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan kolaboratif seperti Dukungan Finansial dan Teknis yang mana negara-negara produsen memerlukan dukungan finansial dan teknis untuk memenuhi persyaratan EUDR. Ini bisa berupa bantuan untuk pemantauan dan pelaporan, serta subsidi untuk mendapatkan sertifikasi. Selain itu Pengembangan Teknologi Pertanian Berkelanjutan juga diharapkan mengadopsi teknologi pertanian berkelanjutan yang dapat meningkatkan produktivitas tanpa perlu ekspansi lahan lebih lanjut. Di sisi lain Dialog dan Kerjasama Internasional harus dilakukan sebab membangun dialog yang konstruktif antara Uni Eropa dan negara-negara produsen untuk mencari solusi bersama yang menguntungkan semua pihak.
EUDR merupakan langkah penting dalam upaya global untuk mengurangi deforestasi dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Namun, regulasi ini juga menghadapi tantangan signifikan terkait ekspansi lahan pertanian di negara-negara berkembang. Dengan data yang akurat dan pendekatan kolaboratif, solusi yang seimbang dapat dicapai untuk melindungi hutan tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di negara-negara produsen.