Pajak Karbon di Indonesia: Akankah Menuju Pengurangan Emisi dan Pembangunan Berkelanjutan?
Pajak Karbon Indonesia: Akankah Menuju Pengurangan Emisi dan Pembangunan Berkelanjutan?
Oleh: Herlambang Adjie Wibowo
Barangkali berkecamuk di kepala kita akhir-akhir ini mengenai perubahan iklim yang jadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Salah satu penyebab utama perubahan iklim adalah emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2). Untuk mengatasi masalah ini, berbagai negara telah mengadopsi berbagai kebijakan, salah satunya adalah penerapan pajak karbon. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan emisi karbon yang signifikan, telah mulai mempertimbangkan dan menerapkan kebijakan ini sebagai upaya untuk mengurangi emisi karbon dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Karbon merupakan salah satu penyebab perubahan iklim dunia. Karbon dihasilkan dari aktivitas teknologi yang menggunakan bahan bakar fosil. Peningkatan emisi karbon ini harus dikontrol karena menurut data dari IEA di tahun 2023 emisi karbon akibat penggunaan energi fosil mencapai 37,4 gigaton CO2 pada 2023, meningkat 1,1% dibanding pada tahun 2022 sekaligus menjadi rekor tertinggi baru. Penerapan pajak karbon merupakan solusi untuk menekan angka peningkatan emisi karbon di dunia. Pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan bagi para pengguna teknologi dengan bahan bakar fosil. Selain sebagai upaya untuk menekan peningkatan emisi karbon pajak ini juga diberlakukan untuk mendorong peralihan penggunaan bahan bakar fosil ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Penerapan pajak karbon ini pertama kali dilakukan oleh Finlandia. Finlandia telah menetapkan pajak karbon pada tahun 1990 dan mereka telah membuktikan bahwa penerapan pajak karbon ini tidak berdampak negatif pada ekonomi negara sehingga hal ini kemudian diikuti negara Eropa lainnya seperti Swedia yang saat ini memiliki nilai pajak karbon tertinggi di dunia. Penerapan pajak karbon kemudian menjadi hal yang cukup efektif untuk menekan peningkatan emisi karbon dunia kemudian hal ini juga telah diterapkan oleh negara-negara di benua Asia yaitu India, China, dan Jepang. Ketiga negara tersebut merupakan salah satu negara yang menyumbang emisi karbon cukup tinggi di dunia maka dengan penetapan pajak karbon ini sangat berdampak pada peningkatan emisi karbon dunia. Yang menjadi pertanyaan sekarang apakah Indonesia sekarang sudah menerapkan hal ini?
Indonesia sendiri merupakan salah satu negara penyumbang emisi karbon terbesar di dunia. Tercatat sepanjang tahun 2022 Indonesia telah menghasilkan emisi karbon sebanyak 700 juta ton sepanjang tahunnya. Hal ini terjadi karena tingginya penggunaan bahan bakar fosil khususnya di batu bara dan tingginya angka deforestasi di Indonesia. Melihat hal tersebut Indonesia harus segera mencari solusi untuk menanganinya, yang dimana pajak karbon merupakan salah satu solusi yang bisa dilakukan.
Jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari sektor energi Tahun 2010 – 2019 memiliki trend naik dengan rata-rata kenaikan 3,57% tiap tahun, dengan jumlah emisi karbon tertinggi berada pada Tahun 2019 dengan nilai 638.808 Gigagram karbon dioksida ekuivalen (Gg CO2e) (Kementerian LHK, 2021). Nilai tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 10 sebagai negara dengan penghasil Emisi Karbon tertinggi di dunia (Crippa et al., 2020). Jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari sektor energi dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah Emisi Karbon dari Sektor Energi Tahun 2010 – 2019
Tahun | Jumlah Emisi Karbon (Gg Co2e) |
2010 | 453.235 |
2011 | 507.357 |
2012 | 540.419 |
2013 | 496.030 |
2014 | 531.142 |
2015 | 536.306 |
2016 | 538.025 |
2017 | 558.890 |
2018 | 592.722 |
2019 | 638.808 |
Sumber: Kementerian LHK (2021)
Atas tingginya jumlah emisi karbon dari sektor energi, pemerintah berupaya untuk mengurangi emisi karbon dengan menerapkan pengenaan pajak karbon melalui diterbitkannya UU HPP (Undang-Undang RI, 2021). Mengacu pada Pasal 13 UU HPP, subjek pajak karbon merupakan orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau menghasilkan emisi karbon, dan objek pajak karbon terdiri atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dengan jumlah tertentu pada periode tertentu (Undang-Undang RI, 2021).
Pajak karbon sendiri ternyata sudah diatur oleh pemerintah Indonesia, hal ini diatur pada UU No. 7 Tahun 2021 pada BAB VI mengenai pajak karbon. Sebagai sebuah kebijakan yang sangat strategis dalam penanganan perubahan iklim, pengenaan pajak karbon memberikan sinyal kuat yang akan mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, dan ramah lingkungan. Tujuan utama dari pengenaan pajak karbon adalah mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon. Penerapan pajak karbon di Indonesia merupakan langkah penting menuju perekonomian Indonesia yang berkelanjutan, serta menjadi bukti keseriusan Indonesia dalam agenda pengendalian perubahan iklim di tingkat global.
Potensi Penerimaan Negara dan Penurunan Jumlah Emisi Karbon
Penerapan pajak karbon ditujukan untuk mengubah perilaku industri agar beralih ke kegiatan ekonomi hijau yang rendah emisi karbon. Penelitian ini bertujuan untuk memproyeksikan dampak pengenaan pajak karbon terhadap potensi pendapatan negara dan pengurangan jumlah emisi karbon di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dengan pendekatan content analysis menggunakan data emisi karbon dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan pendekatan scoping review dari literatur internasional seperti makalah kerja, artikel ilmiah, dll. Studi ini menyimpulkan bahwa pemerintah Indonesia dapat memperoleh potensi karbon penerimaan pajak dari sektor energi senilai Rp 23,651 triliun pada tahun 2025 dari pajak karbon yang dikenakan. Selain itu, hasil pengenaan pajak karbon di beberapa negara menunjukkan bahwa pengenaan pajak karbon mengurangi jumlah emisi di negara-negara tersebut (Pratama, BA)
Berdasarkan pasal 13 UU No. 7 Tahun 2021, Subjek pajak karbon yaitu orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan menetapkan tarif pajak karbon minimal Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen, lebih rendah dari usulan awal Rp 75. Dengan tarif ini, Indonesia termasuk negara dengan pajak karbon terendah di dunia. Penerapan pajak karbon di Indonesia menggunakan skema cap and tax, berdasarkan batas emisi. Dua mekanisme yang digunakan adalah menetapkan batas emisi untuk setiap industri atau menentukan tarif pajak per satuan emisi. Skema cap and tax ini adalah jalan tengah antara carbon tax dan cap-and-trade yang umum di berbagai negara. Modifikasi diperlukan karena perbedaan ekosistem industri dan respons publik antar wilayah.
Penerapan pajak karbon di Indonesia awalnya direncanakan pada tanggal 1 April 2022, akan tetapi pemerintah memutuskan untuk mengundur nya lagi menjadi tanggal 1 Juli 2022, yang kemudian penerapan pajak ini kembali diundur hingga tahun 2025. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani penerapan pajak karbon di Tanah Air merupakan hal yang tidak mudah. Ini menjadi alasan dibalik ditundanya penerapan pajak karbon di Indonesia hingga 2025. Sri Mulyani menjelaskan, pajak karbon adalah salah satu instrumen untuk memitigasi peningkatan emisi karbon di Indonesia. Karena disaat suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi, disaat itu juga menghasilkan banyak karbon.
Menurut Sri Mulyani sebelum pajak ini diberlakukan diperlukan diskusi yang lebih mendalam lagi agar para wajib pajak mengerti mengapa mereka harus membayar pajak tersebut, karena masa depan dari perusahaan itu sendiri akan dipengaruhi oleh oleh regulasi global, peraturan nasional, praktik nasional yang menghitung karbon maka dari itu pemerintah dan otoritas saat ini masih mempersiapkan, bagaimana cara atau mengukur emisi karbon.
Terlepas dari berbagai kendala yang sedang dihadapi, harapan setelah pajak ini telah benar-benar berlaku di Indonesia semoga dapat memberi dampak positif yang dapat dirasakan dan penerapan pajak ini bukan hanya sekedar agenda pemerintah untuk mengambil keuntungan dari para masyarakat Indonesia.
Referensi
Jurnal Pajak Indonesia Vol.6, No.2, (2022), Hal.368-374
https://peraturan.bpk.go.id/Details/185162/uu-no-7-tahun-2021
https://www.iea.org/reports/co2-emissions-in-2023
https://bincangenergi.id/mengenal-pajak-karbon-sejarah-dan-pengaplikasiannya-di-indonesia/