Hiruk Pikuk Izin Tambang Bagi Organisasi Keagamaan
Oleh: Muhardi Juliansyah – Peneliti SIAR
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024, khususnya Pasal 83 A Ayat 1 hingga 7 yang memberi prioritas kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan untuk mengelola tambang batu bara. Dalam aturan ini organisasi keagamaan dapat mengelola wilayah khusus izin usaha pertambangan (WIUPK).
Adanya tawaran pengelolaan tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan dari pemerintah, memunculkan sikap pro dan kontra. Ada ormas keagamaan yang menolak, namun ada juga yang menerima. Serta ada yang masih mempertimbangkan secara matang tawaran tersebut.
Padahal penawaran tersebut sudah melalui regulasi berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang diteken oleh Presiden Jokowi tanggal 30 Mei 2024. Adapun tawaran berlaku lima tahun hingga tahun 2029. Di mana pada pasal 83A ayat 1 menyebutkan, dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas dan organisasi keagamaan.
Keluarnya PP tersebut merujuk pada UU no 3 tahun 2020 tentang mineral dan batubara (Minerba). Di mana pada pasal 6 ayat 1 j yang menyatakan, pemerintah pusat dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, berwenang melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas.
Adapun dimaksud WIUPK dalam PP adalah Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus yang diberikan oleh pemerintah kepada pemegang IUPK. Dengan adanya PP ini, maka ormas keagamaan bisa ikut serta mengelola tambang lewat IUPK, selayaknya badan usaha lain yang disebutkan dalam UU Minerba.
Namun tidak semua ormas keagamaan menerima penawaran kelola tambang dari pemerintah. Sejumlah ormas keagamaan (lembaga keumatan) sudah menolak tawaran tersebut. Diantaranya Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PG)I. Alasan KWI menolak tawaran tersebut, karena lebih memilih sikap tegak lurus dan konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan, demi terwujudnya tata kehidupan bersama-bersama yang bermartabat.
Pemberian izin tambang bagi organisasi keagamaan telah menjadi isu kontroversial yang menuai banyak kritik dari berbagai kalangan. Kritik ini berdasar pada sejumlah alasan, mulai dari potensi konflik kepentingan hingga dampak sosial dan lingkungan yang merugikan. Berikut adalah beberapa alasan utama yang menjadi dasar penolakan terhadap pemberian izin tambang kepada organisasi keagamaan:
Organisasi keagamaan memiliki misi utama untuk melayani komunitas dan menyebarkan nilai-nilai moral dan etika. Terlibat dalam industri pertambangan, yang sering kali dikaitkan dengan eksploitasi sumber daya alam dan kerusakan lingkungan, dapat bertentangan dengan nilai-nilai ini. Konflik kepentingan ini dapat merusak kredibilitas organisasi keagamaan dan mengurangi kepercayaan publik terhadap integritas dan tujuan moral mereka.
Industri pertambangan memiliki dampak lingkungan yang signifikan, termasuk deforestasi, pencemaran air, dan perusakan habitat alami. Keterlibatan organisasi keagamaan dalam kegiatan yang menyebabkan kerusakan lingkungan ini bisa dianggap tidak etis, mengingat banyak dari organisasi ini mengajarkan pentingnya menjaga alam sebagai ciptaan Tuhan. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pertambangan dapat mengakibatkan bencana ekologis jangka panjang yang bertentangan dengan ajaran keagamaan tentang pelestarian alam.
Keuntungan dari industri pertambangan sering kali tidak dinikmati oleh masyarakat setempat, melainkan oleh perusahaan atau organisasi yang memiliki izin tambang. Jika organisasi keagamaan mendapatkan izin tambang, ada risiko bahwa keuntungan ekonomi ini tidak akan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, melainkan untuk kepentingan organisasi tersebut. Hal ini bisa memicu ketidakadilan ekonomi dan memperburuk kesenjangan sosial di daerah-daerah yang terkena dampak.
Pertambangan sering kali berujung pada penggusuran masyarakat lokal dan pelanggaran hak-hak mereka. Ketika organisasi keagamaan terlibat dalam kegiatan ini, mereka berisiko terlibat dalam praktik yang tidak adil dan tidak manusiawi. Hal ini dapat menciptakan citra negatif bagi organisasi keagamaan dan menurunkan dukungan dari masyarakat yang mereka layani. Selain itu, konflik dengan komunitas lokal yang terkena dampak dapat menimbulkan ketegangan sosial yang merusak keharmonisan masyarakat.
Pemberian izin tambang bagi organisasi keagamaan menghadirkan berbagai risiko dan tantangan yang dapat merugikan baik organisasi tersebut maupun masyarakat luas. Konflik kepentingan, kerusakan lingkungan, dampak sosial negatif, ketidakadilan ekonomi, dan kerugian reputasi adalah beberapa alasan utama yang mendasari penolakan terhadap kebijakan ini. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dan implikasi etis sebelum memberikan izin tambang kepada organisasi keagamaan. Sebagai alternatif, organisasi keagamaan dapat difokuskan pada kegiatan yang lebih sejalan dengan misi mereka untuk memajukan kesejahteraan sosial dan pelestarian lingkungan.