Seperti salah satu tagline produk pipa air, begitu pula nasib pasir di negara ini “akan terus mengalir jauh” (Aprialdi)
Selain UU Cilaka, telah lahir regulasi baru dan terbilang cepat mengenai pengelolaan hasil sedimentasi laut. Hal ini membuat koordinator penelitian pencemaran laut pusat penelitian oseanografi (P2O) LIPI, Zainal Arifin membahas dampak bagi masyarakat sekitar pulau penambangan sedimen pasir laut terutama kalangan nelayan bisa mengalami penurunan pendapatan budidaya perikanan. Hal ini disebabkan kondisi perairan sekitar penambangan sedimen pasir. Pendapat tersebut bukan hanya isapan jempol belaka. 15 Maret 2023, Presiden Jokowi mencabut larangan ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut yang diterbitkan.
Kebijakan tersebut menuai pro dan kontra. Ada yang menyambut baik, salah satunya Singapura dan para pengusaha. Namun masyarakat dan beberapa jebolan pejabat pemerintahan juga banyak yang menentang terbitnya regulasi tanpa kajian prosedural dan kajian akademis yang tepat dan berkelanjutan. Melalui PP ini Jokowi mengizinkan hasil sedimentasi berupa pasir laut bisa diekspor keluar negeri apabila kebutuhan dalam negeri tercukupi.
Dua dekade sejak dihentikan melalui SK Menperindag Tahun 2023 atas pertimbangan pencegahan kerusakan lingkungan yang lebih luas, kini aturan tersebut secara tidak langsung gugur dan tergantikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023, tentu saja bukan hanya tentang ekspor pasir laut. Seperti namanya, peraturan ini adalah tentang pengelolaan sedimentasi di laut dan pasir. Belum lagi perkara penyelesaian batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura. Proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan bakunya dari pasir laut perairan Riau dikhawatirkan mempengaruhi batas wilayah antara kedua negara.
Kebijakan ini akan membuka kembali izin ekspor pasir laut, sehingga perlu pengawasan agar dilapangan tidak terjadi penyimpangan. “Izin penambangan pasir laut di satu sisi akan berdampak pada kegiatan perekonomian dalam rangka meningkatkan penerimaan APBN, khususnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Tetapi ada juga dampak lingkungan dan sosial yang harus dipertimbangkan,” kata Koordinator Penelitian Pencemaran Laut Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI, Zainal Arifin.
Juru Kampanye Greenpeace Indonesia, Afdillah mengatakan, pembukaan ekspor pasir laut akan membawa imbas negatif terhadap lingkungan pesisir.
“Dibukanya tambang pasir laut akan mengancam dan memperparah keberlanjutan ekosistem laut di wilayah tambang,”
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) ikut buka suara. Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi Parid Ridwanuddin membeberkan dampak penambangan pasir laut bagi lingkungan.
“Jika belajar dari pengalaman tempat lain soal pertambangan pasir, akan banyak pulau-pulau kecil yang tenggelam,”
Selama ini sudah ada tujuh pulau yang tenggelam di kawasan Jakarta. Sebab, terjadi penambangan pasir untuk kepentingan reklamasi. Belum lagi terjadi kenaikan air laut dengan tren yang sangat cepat, yaitu 0,8 sampai 1 meter.
Ekonom dan pakar kebijakan publik sekaligus CEO Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menilai, pembukaan kembali ekspor pasir laut sama saja menjual pulau NKRI yang akan memperluas batas Zona Ekonomi Economy (ZEE) negara lain dan memperkecil ZEE Indonesia.
“Kebijakan itu hanya untuk kepentingan negara asing dan untungkan oligarki eksportir,”
Pemerintah harus memperhatikan faktor kerusakan lingkungan termasuk kepentingan masyarakat lokal yang terdampak kebijakan penambangan pasir laut. Pemberian izin ekspor pasir laut memang memberikan kontribusi pada penerimaan APBN, namun faktor lingkungan dan kepentingan masyarakat sekitar penambangan tidak boleh diabaikan. Karena hal ini dapat menimbulkan konflik sosial antara masyarakat yang pro lingkungan dengan para penambang pasir laut. Aktivitas penambangan pasir laut dapat memberikan beberapa dampak terhadap lingkungan. Berikut dampak negatif penambangan pasir laut menurut hasil kajian Pakar sekaligus Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup Universitas Lampung Erdi Suroso.
- Meningkatkan abrasi pesisir laut dan erosi pantai.
- Menurunkan kualitas lingkungan perairan laut dan pesisir pantai.
- Meningkatkan pencemaran pantai.
- Menurunkan kualitas air laut sehingga air laut menjadi lebih keruh.
- Merusak wilayah pemijahan ikan dan daerah asuhan.
- Menimbulkan turbulensi yang menyebabkan peningkatan kadar padatan tersuspensi di dasar perairan laut.
- Meningkatkan intensitas banjir air rob, terutama di pesisir daerah yang terdapat penambangan pasir laut.
- Merusak ekosistem terumbu karang dan fauna yang mendiami ekosistem tersebut.
- Dapat membuat energi gelombang atau ombak semakin tinggi ketika menerjang pesisir pantai.
- Laut akan keruh sehingga produktivitas nelayan akan berkurang.
Dari beberapa dampak negatif penambangan pasir laut tersebut sebaiknya dilakukan pengelolaan yang berkelanjutan terhadap sumber daya pasir laut untuk meminimalkan dampak negatifnya. Melibatkan pengaturan yang ketat, pemantauan yang baik, praktik penambangan yang bertanggung jawab, dan perlindungan terhadap ekosistem pesisir dan keanekaragaman hayati yang terkait dan hal penting lainnya yang dirasa kontroversial oleh pihak tertentu yakni diabaikannya suara dari masyarakat pesisir yang jelas menolak aturan ini.
Pembahasan kontroversial lain dalam ekspor sedimentasi pasir ini mengenai pihak yang diuntungkan terkait jalur bisnis yang dibuka kembali. Menjadi atensi publik sejak disahkan tahun ini dengan beberapa alasan seperti perencanaan yang tidak melibatkan multi-pihak dan terkesan sangat cepat. Tidak terkecuali para-pihak yang mungkin diuntungkan dalam pembukaan bisnis ini.
Kisruh isi dari PP tersebut agak ganjil. Pasalnya, PP tersebut seharusnya membahas pengelolaan hasil sedimentasi laut. kecurigaan mengenai pengaturan soal ekspor pasir laut ini ditunggangi pihak yang selama ini melakukan ekspor secara ilegal sehingga tidak perlu membuat kajian yang lebih dalam dan komprehensif.
“Penyisipan Pasal mengenai pemanfaatan pasir laut, termasuk mengatur secara teknis mekanisme jual belinya, akan membuka prasangka publik bahwa adanya orang-orang yang mendesak pemerintah untuk menerbitkan peraturan ini agar melegalkan aktivitas mereka yang selama ini dilakukan secara ilegal” (Slamet, Anggota DPR Komisi IV).
Singapura mungkin menjadi salah satu pihak yang diuntungkan dalam hal ini sebab, sejak dimoratoriumkan ekspor pasir di Indonesia, Singapura impor pasir ke Kamboja guna reklamasi atau penambahan luasan darat sudah menambah secara signifikan. Indonesia sendiri negara yang memiliki cadangan pasir laut yang melimpah memiliki kesempatan untuk meningkatkan pendapatan negara melalui ekspor pasir laut. Pendapatan ini mungkin digunakan untuk pembangunan infrastruktur, investasi dalam sektor lain, atau untuk memperkuat ekonomi negara.
Perusahaan yang terlibat dalam penambangan pasir laut dapat menghasilkan keuntungan ekonomi yang signifikan. Mereka dapat menjual pasir laut kepada pelanggan di negara lain dengan harga yang menguntungkan. Ini mencakup perusahaan tambang lokal maupun perusahaan multinasional yang beroperasi di negara tersebut. Asik bukan melihat potensi ekonomi jika benar-benar terjadi dan dalam skala besar bisnis ini dilakukan.
Banyak hal yang perlu didiskusikan secara gamblang dan pelibatan para pemangku kepentingan. Kita perlu secara cermat memahami isi PP No 26/2023 secara komprehensif dan tidak fokus hanya pada isu ekspor pasir. Tidak perlu ada kekhawatiran soal batas maritim dan kedaulatan terkait ekspor pasir ini, tetapi isu lingkungan harus diperhatikan. Selain itu, aspek hukum juga perlu dilakukan pembahasan dengan teliti. Semua pihak perlu merespons dengan cermat menurut I Made Andi, Dosen Aspek Geospasial Hukum Laut di Departemen Teknik Geodesi; Ketua Program Studi Magister Teknik Geomatika, Fakultas Teknik, UGM.