Urban Sprawl/Sprawling atau yang dalam bahasa Indonesia kerap diterjemahkan sebagai Perkembangan Kota yang lintang pukang/berantakan, ditandai oleh perkembangan kota yang tidak terencana, dan tersebar ke segala arah dan atau merupakan proses perluasan/penambahan luas daerah perkotaan secara fisik yang tidak direncanakan. Pola perkembangan meloncat (leapfrog) terjadi pada suatu kawasan kota maupun pedesaan yang tidak dapat dihindarkan. Leap Frog Pattern merupakan pola pengembangan kota yang inovatif dan berkelanjutan yang bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan kota yang inklusif dan berwawasan masa depan. Pola ini mengarahkan pertumbuhan kota ke arah luar, menjauh dari pusat kota yang padat dan mengarah ke daerah-daerah yang belum terlalu berkembang.
Dalam pola ini, kawasan-kawasan baru dibangun di luar batas kota dan dihubungkan dengan jaringan transportasi yang efisien, seperti jalan tol dan sistem transportasi massal. Leap Frog Pattern juga mengutamakan pengembangan kawasan yang ramah lingkungan dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, seperti polusi dan kerusakan ekosistem.
Kota yang berkelanjutan dan inklusif – itu adalah tujuan masa depan untuk kebanyakan kota di seluruh dunia. Namun, dalam mencapai tujuan tersebut, kota-kota seringkali terjebak dalam pola-pola tradisional yang cenderung membatasi pertumbuhan dan membuat aksesibilitas menjadi sulit. Tapi bagaimana jika kita bisa menggoda masa depan kota dengan pola leapfrog?
Leapfrogging mengacu pada melompati teknologi atau pola-pola yang sudah usang atau konvensional dan langsung beralih ke solusi yang lebih modern dan inovatif. Ketika diterapkan pada pembangunan kota, pola leapfrog dapat membantu menciptakan pertumbuhan kota yang berkelanjutan dan inklusif dengan cara yang lebih cepat dan efektif.
Kedua, pola perkotaan yang inklusif. Di pusat kota tidak menjadi satu-satunya fokus pertumbuhan, tetapi juga terdapat pusat-pusat baru di pinggiran kota, yang memungkinkan aksesibilitas ke tempat kerja dan pendidikan di daerah yang lebih dekat. Selain itu, ruang hijau dan ruang terbuka publik juga diperluas ke area pinggiran kota, yang membantu menciptakan kota yang lebih inklusif dan ramah lingkungan.
Selain itu, pola ini juga berfokus pada inklusi sosial dan ekonomi, dengan memperhatikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat lokal. Dengan mengembangkan kawasan-kawasan baru di luar batas kota yang belum terlalu berkembang, pola ini dapat memberikan peluang ekonomi baru dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas bagi masyarakat setempat.
Leap Frog Pattern menggabungkan aspek-aspek kunci pembangunan kota yang berkelanjutan, seperti pengembangan kawasan yang ramah lingkungan, inklusi sosial dan ekonomi, dan efisiensi transportasi. Pola ini juga mendorong pengembangan kota yang terintegrasi dan berwawasan masa depan, yang dapat memperkuat kemampuan kota untuk menghadapi tantangan masa depan.
Perkembangan (leapfrog) ini merupakan bentuk sifat kekotaan yang terjadi secara sporadis di luar daerah terbangun utamanya dan daerah pembangunan baru yang terbentuk berada ditengah daerah yang belum terbangun dan akan memakan wilayah/daerah atau tepatnya tanah yang bernilai murah yang biasanya berupa lahan pertanian di wilayah pinggiran kota. Lahan pertanian dengan segera berubah fungsi menjadi perumahan, kantor dan pabrik.
Menggoda masa depan kota dengan pola leapfrog adalah cara yang efektif untuk menciptakan pertumbuhan kota yang berkelanjutan dan inklusif. Dengan mengadopsi solusi teknologi yang lebih modern dan inovatif, dan dengan memperluas pusat kota ke daerah pinggiran yang lebih dekat, kita dapat menciptakan kota yang lebih inklusif, ramah lingkungan, dan efisien.
Dalam kata lain, pengembang lebih memilih untuk membangun kawasan perumahan dengan harga lahan yang lebih murah walaupun lokasinya jauh. Karena harga lahan yang murah inilah maka perumahan yang dibangun ini memiliki harga yang lebih rendah, sehingga orang-orang dengan pendapatan menengah ke bawah tidak keberatan memilih waktu komuter yang lebih lama jika bisa mendapatkan hunian yang nyaman dengan harga yang murah. Kegiatan alih fungsi lahan ini menjadi hal yang tidak terelakkan di setiap tahunnya. Adapun beberapa dampak positif maupun negatif dari pola pengembangan meloncat (leapfrog) ini yaitu :
Dampak Positif :
- Bertambahnya tenaga produktif di wilayah kota sehingga mempermudah industri memperoleh tenaga kerja;
- Berkembangnya perekonomian wilayah di sekitar perkotaan;
- Bertambahnya infrastruktur di wilayah yang terkena dampak suburban.
Dampak Negatif :
- Berkurangnya lahan pertanian dan lahan subur di area luar perkotaan;
- Tata ruang kota menjadi tidak teratur;
- Meningkatnya polusi udara, tanah, dan air yang terjadi karena tingginya aktivitas di wilayah urban sprawl;
- Terjadinya kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat, munculnya daerah-daerah kumuh atau slum area.
Cara mengatasi permasalahan yang timbul akibat dampak negatif dari Urban Sprawl adalah:
- Mengadakan program pengembangan pemuda untuk menambah keterampilan penduduk produktif di desa;
- Mengelola ruang kota dengan lebih profesional dan terencana;
- Merevisi peraturan perpajakan bumi dan bangunan untuk mengurangi Sprawl;
- Meningkatkan perekonomian di desa sehingga mengurangi angka urbanisasi.
Dampak yang paling mengemuka dari gejala perkembangan kota dan terutama urban sprawl adalah semakin berkurangnya lahan pertanian maupun wilayah bertajuk yang menjadi wilayah resapan air. Tingginya kebutuhan lahan ternyata tidak sebanding dengan ketersediaan lahan di kota. Nilai lahan yang mahal, menjadi pemicu masyarakat memutuskan untuk tinggal di daerah pinggiran kota. Kawasan pinggiran kota yang sebenarnya berarti desa memiliki fungsi di sektor pertanian dengan penggunaan lahan pertanian yang dominan. Dampak dari fenomena perubahan lahan ini akan memicu perubahan karakteristik pedesaan, dampak yang terjadi adalah pertambahan jumlah penduduk meningkat, karena semakin heterogennya kegiatan di pinggiran kota akan memacu laju pertumbuhan penduduk.
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji keterkaitan antara fenomena urban sprawl dengan faktor-faktor perubahan penggunaan lahan di wilayah pinggiran kota. Fenomena Urban Sprawl terdapat beberapa faktor-faktor perubahan penggunaan lahan kawasan pinggiran didominasi oleh perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi permukiman perubahan penggunaan lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya proporsi jumlah penduduk yang bekerja di sektor non pertanian, pertambahan penduduk, jarak tiap kelurahan dengan pusat wahana, kaum migran, kemudahan aksesibilitas, topografi, ketersediaan lahan kosong, jalur transportasi dan harga lahan.
Referensi : PADURAKSA: Jurnal Teknik Sipil Universitas Warmadewa Juni 2022, Volume 11: Nomor 1