Permasalahan dalam Rantai Pasok Sawit Rakyat
Rantai pasok kelapa sawit yang ideal seharusnya melibatkan mekanisme yang ringkas. Khusus untuk sawit rakyat, alurnya hanya ada tiga yakni petani swadaya, koperasi/kelompok tani, dan terakhir pabrik kelapa sawit (PKS). Sayangnya, kondisi di lapangan jauh berbeda dan menyulitkan petani kecil.
Berdasarkan data dari Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit, rantai pasok saat ini beragam di berbagai daerah. Namun satu kemiripan dari banyaknya alur itu adalah selalu melibatkan perantara (bisa disebut tengkulak).
Salah satu contoh rantai pasok yang ada saat ini, TBS dipanen dari kebun petani yang kemudian dikumpulkan koperasi/kelompok petani. Setelah itu TBS dijemput oleh agen kecil, yang mendistribusikannya ke agen besar, lalu ke pemegang DO (delivery order). Setelah itu barulah kemudian TBS sampai ke PKS.
Rantai pasok ini tak hanya panjang, tapi juga merugikan petani. Pasalnya, setiap titik/pihak turut mengambil profit sepanjang rantai pasok. Ini jelas mengurangi berpengaruh pada harga dan mengurangi keuntungan yang seharusnya dapat diperoleh petani swadaya.
Masalah tidak berhenti di situ. Kesejahteraan petani sawit rakyat menjadi taruhannya lantaran untung yang didapat tidak seberapa. Padahal, petani kecil juga harus menutup ongkos produksi, membayar upah pemanen, serta membutuhkan dana pemeliharaan kebun. Setelah dikurangi itu semua, berapa dana yang tersisa? Bisa jadi tidak cukup untuk menjalani kehidupan yang layak dan sejahtera.