Apa Itu Keterlacakan dalam Rantai Pasok Kelapa Sawit?
Kelapa sawit di Indonesia seperti buah simalakama. Komoditas ini diklaim sebagai salah satu sumber devisa namun juga berkelindan dengan berbagai masalah lingkungan dan sosial, seperti kebakaran hutan dan lahan, deforestasi, dan konflik agraria.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada upaya untuk mengembangkan kelapa sawit berkelanjutan. Salah satunya adalah memastikan traceability atau keterlacakan dalam rantai pasok kelapa sawit. Dengan aspek ini, sumber komoditas kelapa sawit diyakini dapat lebih transparan dan dapat dilacak. Ini juga untuk memastikan bahwa tandan buah segar (TBS) diproduksi secara legal dan tidak terimplikasi konflik lingkungan atau sosial.
Secara umum, traceability didefinisikan sebagai kemampuan untuk menelusuri sesuatu, seperti sejarah, lokasi, atau benda melalui identifikasi yang direkam atau terdokumentasi. Bila bicara konteks rantai pasok komoditas, International Organization for Standardization (ISO) mendeskripsikan keterlacakan sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi dan menelusuri asal/sumber, distribusi, lokasi, dan aplikasi dari sebuah produk atau material di sepanjang rantai pasok.
Secara umum, rantai pasok kelapa sawit dimulai dari perkebunan kelapa sawit dan berakhir menjadi berbagai produk olahan kelapa sawit. Proses ini dimulai dari penjemputan TBS dari kebun kelapa sawit setiap 10-12 hari menuju pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) dalam waktu 24 jam. Di PKS, tandan buah segar disterilkan dan diolah menjadi crude palm oil (CPO). Olahan ini kemudian dibawa ke kilang minyak, yang lalu ditransportasikan ke lokasi manufaktur. Proses akhirnya adalah aktivitas manufaktur yang menggunakan minyak kelapa sawit dalam berbagai produk dari makanan, sabun, hingga biofuel.
Ada dua mekanisme terkait pemanenan TBS. Skema pertama tergolong mudah dilacak, di mana perusahaan memanen kelapa dari kebun inti dan kebun plasma mitra perusahaan. Sementara itu mekanisme kedua cukup bermasalah karena melibatkan pihak ketiga (sering disebut pengepul atau tengkulak). Di sini, perusahaan membeli dari kebun swadaya milik petani kecil dan sumber lainnya, namun dipasok oleh tengkulak.
Melacak sumber kelapa sawit melalui perantara tidaklah mudah. Di lapangan, seringkali pengepul mencampur tandan buah segar dari berbagai sumber sebelum dibawa ke pabrik. Selain itu, mekanisme pemanenan TBS ini juga sulit dilacak karena sebagian besar aktivitas jual-beli antara pengepul dan petani tidak tercatat.