Pentingnya Sumber Pasokan Kelapa Sawit Terverifikasi
Saat ini Indonesia sedang getol mengampanyekan tentang sawit berkelanjutan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah mewajibkan sertifikasi sawit berkelanjutan yang dikeluarkan oleh Indonesian sustainable palm oil (ISPO) melalui Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Aturan ini dibuat untuk memastikan bahwa kelapa sawit dan produk turunannya diproduksi sesuai dengan standar dan kebijakan ISPO. Sawit dianggap berkelanjutan jika nihil deforestasi, nihil pengembangan gambut, dan nihil eksploitasi (NDPE). Di sini lah kemudian mengapa transparansi rantai pasokan komoditas tersebut menjadi krusial.
Rantai pasok kelapa sawit yang transparan seharusnya mudah untuk ditelusuri. Keterlacakan tersebut harus sampai di sumbernya yakni perkebunan kelapa sawit tempat tandan buah segar dipanen hingga manufakturnya. Cara termudah untuk memverifikasi sumber pasokan ini adalah melalui sertifikasi keberlanjutan ISPO.
Verifikasi juga penting untuk memastikan bahwa kelapa sawit tersebut tidak berasal dari perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menyebabkan deforestasi dan kebakaran hutan dan lahan. Setiap tahun produksi minyak sawit global mencapai 58,84 juta ton, yang mana 85 persen dipasok oleh Indonesia dan Malaysia.
Namun, komoditas kelapa sawit dari Indonesia disebut masih berkelindan dengan berbagai persoalan lingkungan, konflik sosial, dan praktik tidak berkelanjutan. Ini menjadi tantangan bagi semua pihak dalam mewujudkan sawit berkelanjutan yang diakui dunia.
Tantangan lain terkait sumber pasokan yang terverifikasi ini berhubungan dengan kebun sawit swadaya yang dikelola oleh petani kecil dengan luasan di bawah 25 hektare. Saat ini, petani kecil kesulitan mengantar tandan buah segar ke pabrik kelapa sawit karena keterbatasan akses. Selain itu, perusahaan juga hanya boleh menerima kelapa sawit dari pekebun yang telah memiliki kelembagaan. Kondisi ini memaksa petani untuk menjual ke perantara/tengkulak. Model rantai pasok ini sulit untuk dilacak karena seringkali tengkulak mencampur TBS dari berbagai sumber.
Selain itu, saat ini belum ada skema penyelesaian kebun sawit di dalam kawasan hutan, terutama sawit swadaya rakyat. Ini pekerjaan rumah bagi pemerintah jika ingin serius mewujudkan sawit berkelanjutan di Indonesia.