Oleh: Herlambang Adji Wibowo
Benefit sharing mengacu pada cara sumber daya alam dapat diakses, serta bagaimana manfaat yang dihasilkan dari penggunaannya dibagi antara orang atau negara yang menggunakan sumber daya tersebut (pengguna) dan orang atau negara yang menyediakannya (penyedia).
Penyedia sumber daya alam adalah pemerintah atau masyarakat sipil, yang dapat mencakup pemilik tanah pribadi dan masyarakat dalam suatu negara, yang berhak memberikan akses ke sumber daya alam dan berbagi manfaat yang dihasilkan dari penggunaannya. Ketentuan akses dan pembagian manfaat dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati dirancang untuk memastikan bahwa akses fisik ke sumber daya alam difasilitasi dan bahwa manfaat yang diperoleh dari penggunaannya dibagi secara adil dengan para penyedia. Dalam beberapa kasus, ini juga mencakup pengetahuan tradisional berharga yang terkait dengan sumber daya alam yang berasal dari masyarakat lokal dan masyarakat adat.
Manfaat yang dapat dibagikan bisa berupa finansial, seperti pembagian royalti ketika sumber daya digunakan untuk menghasilkan produk komersial, atau non-finansial, seperti peningkatan keterampilan dan pengetahuan dalam penelitian. Meskipun banyak pembicaraan tentang benefit sharing sering kali terbatas pada persentase pendapatan yang dibagikan kepada masyarakat, menurut buku Carbon Finance Playbook, Benefit sharing harus adil di tiga aspek: proses, ketentuan, dan distribusi. Adapun benefit sharing yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Aspek proses
- Masyarakat memutuskan apakah, bagaimana, dan kapan untuk berpartisipasi dalam proyek.
- Semua pemangku kepentingan memiliki akses yang setara terhadap informasi.
- Masyarakat memiliki kemampuan atau sumber daya eksternal (seperti perwakilan hukum) untuk melakukan negosiasi yang adil dengan pihak lain.
- Melakukan analisis kontribusi non-finansial untuk memahami secara menyeluruh biaya yang ditanggung oleh masyarakat.
- Menggunakan proses berulang yang melibatkan masukan dari masyarakat dan investor.
Aspek ketentuan
- Risiko kerugian dikurangi (misalnya, melalui pembayaran tetap), terutama dalam situasi di mana masyarakat harus menanggung biaya atau mengubah mata pencaharian sebagai syarat untuk berpartisipasi.
- Keterlibatan dalam pembagian keuntungan bersama pemangku kepentingan lain seharusnya mengompensasi masyarakat atas risiko yang diambil, jika harga karbon meningkat secara signifikan di masa depan.
Aspek distribusi
- Masyarakat memutuskan bentuk manfaat yang akan diterima (seperti uang tunai atau barang).
- Masyarakat memiliki hak dan kepemilikan yang jelas serta dapat ditegakkan secara hukum.
- Terdapat tata kelola dan sistem untuk memastikan transparansi dan tanggung jawab dalam pembagian manfaat.
- Perhatian khusus harus diberikan kepada kelompok rentan, termasuk perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.
Menurut buku Carbon Finance Playbook, perjanjian benefit sharing yang ideal akan menyeimbangkan perlindungan terhadap risiko kerugian dengan partisipasi dalam keuntungan.
- Perlindungan terhadap risiko kerugian bisa dicapai dengan pembayaran tahunan yang dimulai sejak awal proyek, bahkan sebelum proyek mulai menghasilkan kredit karbon. Pembayaran ini diambil dari anggaran operasional proyek dan dilakukan sebelum pajak serta sebelum imbal hasil untuk investor dan pengembang. Pembayaran ini tidak tergantung pada hasil proyek – pembayaran tetap dilakukan baik kredit dikeluarkan dan dijual atau tidak. Pembiayaan yang diperoleh dari proyek bertujuan untuk sepenuhnya menutupi biaya ini sebelum proyek mencapai keuntungan.
- Partisipasi dalam keuntungan umumnya berbentuk pembayaran variabel yang bergantung pada penjualan karbon. Ini dapat dianggap sebagai pembayaran yang didasarkan pada hasil yang terkait dengan kinerja proyek. Pembayaran kepada komunitas bisa berupa uang tunai atau kredit, diambil dari pendapatan atau keuntungan, bersifat tetap atau dinamis, dan mungkin juga mencakup perlakuan khusus terhadap keuntungan dari penjualan sekunder. Terlepas dari bentuknya, partisipasi komunitas dalam hasil positif proyek adalah kunci untuk mendorong partisipasi komunitas dalam jangka panjang.
Sebagai contoh projek karbon yang sudah terlaksana di Indonesia dan melakukan benefit sharing adalah pelaksanaan skema REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation) yang didanai oleh FCPF (Forest Carbon Partnership Facility) di Provinsi Kalimantan Timur.
Untuk memastikan efektivitas implementasi Program REDD+, penetapan penerima manfaat perlu penyelarasan pada berbagai skala. Program harus mampu mengidentifikasi dan menyasar pemangku kepentingan yang paling relevan diantara para pihak yang mungkin akan sangat beragam pada setiap tingkatnya. Secara umum, kelompok penerima manfaat REDD+ akan terdiri dari:
- Masyarakat, termasuk masyarakat adat dan masyarakat lokal;
- Pemerintah, baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan desa, dan termasuk juga KPH, DNPI/DDPI didalamnya;
- Kelompok usaha, pemegang izin konsesi dan pengelola lahan, dan
- Kelompok pengembang Program.
Program REDD+ memiliki potensi untuk memberikan manfaat program dalam bentuk karbon dan non-karbon. Manfaat non-karbon dapat berupa manfaat ekonomi langsung, manfaat ekologis, hidrologis dan jasa lingkungan lainnya, manfaat yang berbasis nilai keberadaan dan nilai guna di masa depan, antara lain seperti: perbaikan dalam sistem penguasaan lahan, promosi mata pencaharian masyarakat adat dan masyarakat lokal dan peningkatan konservasi keanekaragaman hayati. Bentuk nyata manfaat non-karbon tersebut antara lain adalah: pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, ekowisata, jasa penyerbukan, sumber genetika dan bahan baku obat-obatan, pencegahan erosi/longsor dan banjir, pengaturan iklim, dan manfaat sosial dan lingkungan lainnya.
Program FCPF Carbon Fund telah menempatkan masyarakat adat dan masyarakat lokal sebagai penerima manfaat utama dari program disamping pemerintah (baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten maupun desa) dan kelompok usaha dan pengembang. FCPF Carbon Fund memiliki potensi untuk memberikan manfaat program dalam bentuk karbon dan non-karbon. Manfaat berbentuk non-karbon akan dapat secara langsung diperoleh dan dinikmati oleh masyarakat.
Sedangkan manfaat Program REDD+ berbentuk karbon akan diukur menggunakan metode MRV yang menjadi dasar pembayaran kinerja pengurangan emisi. Penerimaan pembayaran tersebut akan didistribusikan dalam bentuk manfaat moneter dan nonmoneter kepada para pengelola, termasuk kelompok masyarakat. Pendanaan FCPF Carbon Fund akan memberikan insentif berdasarkan pendekatan performa berbasis yurisdiksi, mekanisme insentif dapat diberikan kepada pihak-pihak yang berada di dalam sebuah yurisdiksi tertentu, baik pada level kabupaten atau desa, untuk merubah perilaku aktor yang ada di dalam yurisdiksi tersebut.
Alokasi dana Carbon Fund dilakukan berdasarkan performa yang ditentukan pada masing-masing tingkat yurisdiksi. Performa tersebut akan diukur menggunakan indikator outcome, yaitu pengurangan deforestasi atau emisi atau indikator output/proses, yaitu manfaat diberikan berdasarkan kepada pelaksanaan suatu kebijakan atau kegiatan tertentu.
REFERENSI
Carbon Finance Playbook Demystifying the capital raising process for Nature-based Carbon Projects in Emerging Markets by USAID
Kajian Mekanisme Benefit Sharing FCPF Carbon Fund Untuk Pendanaan Desa Hijau di Kalimantan Timur
Introduction to access and benefit-sharing
(https://www.cbd.int/abs/infokit/revised/web/all-files-en.pdf)