Oleh: Muhardi Juliansyah
Meski telah merdeka dari kolonialisme selama hampir delapan dekade, Indonesia sendiri terjerat pada neo-kolonialisme yang sering menjadi perhatian publik, terutama terkait dengan kebijakan kontroversial dalam menangani perkara keadilan ekologis dan pengakuan hak-hak masyarakat adat. Pertanyaan yang relevan adalah: apakah keadilan ekologis dan masyarakat adat benar-benar merdeka? Ini adalah momen yang tepat untuk merefleksikan pencapaian dan tantangan yang masih ada, khususnya mengenai keadilan ekologis dan hak-hak masyarakat adat, yang hingga kini masih tertinggal.
Keadilan ekologis mencakup distribusi yang adil dari manfaat lingkungan dan penanggulangan dampak negatif terhadap lingkungan. Sayangnya, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan serius dalam hal ini. Eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran, seperti deforestasi, tambang terbuka, dan pengembangan perkebunan besar-besaran, sering kali terjadi tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan dan hak masyarakat lokal.
Pemerintah memang telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan, termasuk melibatkan masyarakat dalam program konservasi dan rehabilitasi. Namun, kenyataannya, keuntungan dari eksploitasi sumber daya alam masih lebih banyak dirasakan oleh perusahaan-perusahaan besar, seringkali asing, daripada masyarakat lokal yang terdampak langsung. Banyak kasus menunjukkan bahwa masyarakat lokal justru menanggung beban akibat kerusakan lingkungan, seperti banjir, tanah longsor, dan pencemaran air.
Keadilan Ekologis: Tantangan yang Tidak Terpecahkan
Keadilan ekologis merupakan isu yang sangat penting dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Namun, dalam perdebatan politik tahun 2024, isu ini masih sering dikesampingkan. Perdebatan politik yang intensif dan panas menjelang pemilihan umum legislatif dan eksekutif seringkali lebih fokus pada isu politik, ekonomi, dan sosial masyarakat, sehingga isu lingkungan hidup yang merupakan persoalan politik yang sangat penting, seringkali tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), tahun 2022 mencatat 212 konflik agraria yang melibatkan masyarakat adat, dengan total luas lahan yang disengketakan mencapai lebih dari 1,5 juta hektar. Sebagian besar konflik ini terkait dengan konsesi perkebunan, tambang, dan proyek infrastruktur.
Hal ini menunjukkan bahwa keadilan ekologis masih jauh dari tercapai. Kebijakan politik yang tidak berpihak atau mengabaikan aspek lingkungan masih menjadi penyebab utama kerusakan alam. Oleh karena itu, refleksi 79 tahun kemerdekaan Indonesia harus lebih serius dalam menggaungkan isu keadilan ekologis dan memastikan bahwa aspek ekologi tidak dikesampingkan dalam pembangunan.
Kondisi Masyarakat Adat: Antara Pengakuan dan Perjuangan
Masyarakat adat sering kali menjadi korban utama dari perusakan lingkungan akibat aktivitas industri, seperti deforestasi, pencemaran air, dan degradasi tanah. Menurut WALHI, sekitar 60% dari deforestasi di Indonesia terjadi di wilayah yang dihuni oleh masyarakat adat.
Masyarakat adat di Indonesia merupakan penjaga tradisi dan kebijaksanaan lokal yang telah hidup harmonis dengan alam selama berabad-abad. Namun, mereka juga yang paling rentan terhadap eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan tanpa persetujuan dan partisipasi mereka. Meskipun pemerintah telah memberikan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat, seperti melalui pengesahan Undang-Undang Desa dan pengakuan hutan adat, implementasinya masih jauh dari ideal. Bahkan Laporan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat berbagai insiden kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi terhadap anggota masyarakat adat yang mempertahankan hak atas tanah mereka. Pada tahun 2021, setidaknya ada 27 kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat.
Masyarakat adat merupakan bagian penting dari identitas budaya Indonesia. Namun, dalam konteks integrasi nasional, masyarakat adat seringkali menghadapi tantangan dalam menjaga kebudayaan dan hak-hak mereka. Buku panduan guru antropologi untuk SMA kelas XI menekankan pentingnya menghargai dan menghormati perbedaan dalam masyarakat multikultural. Namun, dalam praktiknya, masyarakat adat masih sering menghadapi diskriminasi dan eksploitasi.
Dalam banyak kasus, masyarakat adat harus berjuang keras mempertahankan hak atas tanah mereka dari ancaman pengambilalihan oleh perusahaan atau proyek pemerintah. Konflik tanah, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat masih sering terjadi. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada pengakuan legal, kenyataan di lapangan sering kali tidak sejalan dengan hukum yang ada.
Merdeka dari Apa?
Pertanyaan mendasar dalam refleksi ini adalah: merdeka dari apa? Jika merdeka berarti bebas dari penjajahan fisik, maka Indonesia telah meraihnya. Namun, jika merdeka berarti kebebasan dari ketidakadilan dan penindasan dalam berbagai bentuk, termasuk ekologis dan terhadap masyarakat adat, maka kemerdekaan Indonesia masih perlu dipertanyakan.
Keadilan ekologis dan pengakuan penuh terhadap hak-hak masyarakat adat adalah bagian dari cita-cita kemerdekaan yang sesungguhnya. Tanpa keduanya, kemerdekaan hanya menjadi kata tanpa makna mendalam bagi mereka yang masih terpinggirkan.
Pada peringatan 79 tahun kemerdekaan ini, Indonesia perlu merenungkan kembali makna sejati dari kemerdekaan. Keadilan ekologis dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat adalah dua aspek krusial yang harus diwujudkan untuk mencapai kemerdekaan yang benar-benar inklusif. Pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan harus bekerja sama untuk memastikan bahwa semua warga negara Indonesia, termasuk masyarakat adat, benar-benar merasakan manfaat dari kemerdekaan ini. Hanya dengan demikian, kemerdekaan Indonesia akan memiliki makna yang utuh dan menyeluruh.
Referensi
Rahardityo Adiputra, A., Salim HS, H., Oktafiana, S., Supriyatno, Anwas, E. O. M., Bangun, F. A., Riadinata, I., Abdi, M. R., & Abisono, F. G. N. (2024). Buku Panduan Guru Antropologi untuk SMA Kelas XI. Pusat Perbukuan, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. https://buku.kemdikbud.go.id
Kompas.id. (2023, Mei 5). Gaungkan isu keadilan ekologis dalam perdebatan politik 2024. Diakses pada 17 Agustus 2024, dari https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/05/05/gaungkan-isu-keadilan-ekologis-dalam-perdebatan-politik-2024