Sawit Rakyat Tidak Masuk Anggaran Publik, Anang Nugroho: Kita Perjuangkan
SIAR.OR.ID Pontianak – Perkebunan sawit rakyat swadaya menjadi isu nasional yang terus disuarakan oleh masyarakat sipil untuk menuju tata kelola sawit yang adil dan berkelanjutan untuk petani sawit swadaya. Belum ada data dan informasi (by name, by address, by spatial) menjadikan pengembangan dan kebijakan industri sawit tidak merangkul petani-petani kecil secara baik, kontribusi petani swadaya terhadap produktivitas sawit nasional begitu besar. Untuk memenuhi data dan informasi (by name, by address, by spatial) hal yang harus dilakukan adalah pemetaan dan pendataan pekebun sawit rakyat swadaya.
Tanto Supranto dari KEHATI program SPOS Indonesia mengatakan, pendataan dan pemetaan sawit rakyat swadaya sedang dilakukan oleh beberapa mitra KEHATI di beberapa Provinsi di Indonesia salah satunya adalah Provinsi Kalimantan Barat. Kalimantan Timur dan Provinsi lainnya. “Hal ini dilakukan untuk mempercepat pendataan dan pemetaan sawit rakyat swadaya,” kata Tanto saat melakukan telekonferans via zoom beberapa waktu lalu.
Anang Nugroho Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas mengatakan, kita kehilangan narasi dimana seharusnya sawit rakyat ditempatkan. Akibatnya apa yang terjadi? sawit rakyat tidak masuk dalam anggaran publik. “Pada saat ini kami sedang menyusun RPJM 2020-2024, narasi atau terminology sawit rakyat harus kita perjuangkan dalam RPJM ini,” kata Anang saat telekonferans bersama mitra kerja KEHATI.
Namun dalam pelaksaan pemetaan dan pendataan yang dilakukan oleh mitra kerja KEHATI di beberapa daerah, masih banyak Kabupaten/Kota yang belum memiliki pelayanan penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya (STD-B) dan ada juga yang menempatkan sistem penerbitan STD-B dalam sistem pelayanan perizinan. Sehingga pekebun mengalami kesulitan untuk mengakses pelayanan STD-B.
Selain kendala regulasi penerbitan STD-B, hal lain adalah tidak adanya norma, standar, prinsip, kriteria (NSPK) yang menjadi acuan secara umum untuk melakukan proses pemetaan dan pendataan.
Wiko Saputra Peneliti SIAR mengatakan, tidak adanya norma dan standar umum yang dipegang dalam proses pemetaan dan pendataan sehingga kedepannya hal ini perlu adanya standar yang bisa disepakati bersama terkait pemetaan dan pendataan.
“Selain itu pula perlu adanya sistem yang terintegrasi dari pendataan, pemetaan dan penerbitan STD-B,” kata Wiko saat menyampaikan meterinya pada telekonferans beberapa waktu lalu.