Instruksi Presiden nomor 6 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan saat ini sudah memasuki tahun ke 3. Pemerintah berkomitmen akan terus melakukan perbaikan-perbaikan supaya Inpres ini agar semakin operasional dalam pelaksanaan dilapangan. Hal ini diperkuat dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia Disisi lain, pada saat ini masih banyak persoalan pada industri sawit di Indonesia terutama adanya sawit yang berada dalam kawasan hutan, sawit ilegal dan lain sebagainya yang mana hal tersebut jelas melakukan praktek deforestasi secara langsung. M. Teguh Surya selaku Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan juga menyampaikan, kelompok-kelompok bisnis yang melakukan upaya perbaikan harus tetap didorong untuk lebih baik dalam mencapai komitmen pemerintah, bagi industri sawit yang belum patuh, jangan sampai mencederai komitmen yang telah dibangun. Sehingga pemerintah harus mengambil tindakan bijak untuk menertibkannya.
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024, yang selanjutnya disebut RAN KSB, menjadi momentum penting bagi semua pihak untuk meningkatkan komitmen dan koordinasi pemerintah dengan para pihak terkait dalam perbaikan tata kelola sawit secara berkelanjutan. Kebijakan tersebut menjadi salah satu acuan bagi pembangunan perkebunan kelapa sawit, melalui peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun, penyelesaian status dan legalisasi lahan, pemanfaatan kelapa sawit sebagai energi baru terbarukan dan peningkatan diplomasi serta percepatan pencapaian perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan.
RAN KSB menginstruksikan kepada para Menteri, Kepala Badan, Gubernur dan Bupati/Wali kota agar melaksanakan RAN KSB 2019-2024 sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing. Ditingkat daerah, Inpres mengamanatkan Gubernur dan Bupati/Wali kota untuk menyusun dokumen Rencana Aksi Daerah Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD KSB) dan menerapkannya dalam berbagai kebijakan daerah serta membentuk Tim Pelaksana Daerah (TPD) untuk melaksanakan rencana aksi dengan melibatkan para pihak terkait (forum multi pihak).
Adapun pemda kalbar sendiri mengeluarkan regulasi turunan dalam melaksanakan amanat RAN KSB yang kemudian menyusun dokumen Rencana Aksi Daerah Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD KSB) yang diatur dalam Pergub No 3 tahun 2022 tentang rencana aksi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang mana pada Pergub tersebut mempunyai lima asas yaitu: 1). Berkelanjutan, 2). Keterpaduan, 3). Kebersamaan, 4). Keharmonisan dan 5). Keadilan. Kemudian berdasarkan lima asas tersebut diturunkan dalam enam perencanaan RAP-KSB yang meliputi sebagai berikut:
- Penguatan data, penguatan koordinasi dan infrastruktur;
- Peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun;
- Pengelolaan dan pemantauan lingkungan;
- Penerapan tata kelola perkebunan dan penanganan sengketa;
- Percepatan pelaksanaan sertifikasi ISPO;
- Peningkatan akses pasar produk kelapa sawit
SIAR sebagai mitra pembangunan Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat bersama-sama berkolaborasi dengan NGO dan CSO terkait yang fokus terhadap tata kelola sawit berkelanjutan dalam mengimplementasikan RAP-KSB yakni melalui penguatan data petani swadaya dalam registrasi surat tanda daftar budidaya (STD-B). Berdasarkan capaian program SIAR sampai dengan tahun 2023 di Provinsi Kalimantan Barat yang terdiri dari Kabupaten Landak, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Kubu Raya terdapat sawit swadaya yang teridentifikasi dengan total sekitar 9596 persil. Dari total persil terdata sekitar 1017 persil STD-B sudah terbit di Kabupaten Sekadau dan 1020 petani swadaya (1124 persil) STD-B sudah terbit di Kabupaten Kubu Raya.
Selain itu, implementasi program SIAR juga mendukung komponen peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun swadaya. Kegiatan ini dilaksanakan pada program SIAR di Kabupaten Kubu Raya melalui series pelatihan peningkatan kapasitas petani swadaya terkait Prinsip and Criteria RSPO, GAP budidaya kelapa sawit serta budidaya kelapa sawit dilahan gambut dan pembentukan 3 kelembagaan petani dalam bentuk koperasi produsen di 3 Desa dampingan SIAR. Pembentukan kelembagaan petani swadaya juga SIAR lakukan pada 2 Desa di Kabupaten Sekadau. Adanya koperasi petani swadaya dan series pelatihan ini bertujuan untuk terlibatnya petani swadaya dalam menuju sertifikasi sawit berkelanjutan.
Berdasarkan Inpres Nomor 6 tahun 2019 yang berkomitmen bersama-sama pihak terkait untuk perbaikan pengelolaan sawit secara berkelanjutan, SIAR sebagai salah satu mitra pembangunan Disbunak Provinsi Kalimantan Barat ikut andil dalam percepatan akselerasi tata kelola sawit swadaya menuju sertifikasi sawit berkelanjutan melalui implementasi program-program SIAR terkait pendampingan petani sawit swadaya yang ada di beberapa Kabupaten Provinsi Kalimantan Barat. Komitmen SIAR dalam pendampingan petani swadaya menuju pengelolaan sawit secara berkelanjutan adalah dimulai dari melakukan pendataan dan pemetaan sawit swadaya, membentuk sebuah kelembagaan petani swadaya hingga peningkatan kapasitas pekebun melalui series pelatihan tentang P&C RSPO serta tidak menutup kemungkinan pada pendampingan P&C ISPO sebagai mandatory, GAP budidaya kelapa sawit serta budidaya kelapa sawit dilahan gambut.
Komitmen mitra pembangunan dan penerima instruksi dari Kementerian sudah begitu positif. Namun, waktu yang diatur dalam inpres tersebut hanya berlaku untuk satu periode pemerintahan saja. Moratorium sawit juga sudah berakhir pada 19 September 2021.Maka, masih perlu adanya moratorium sawit untuk mencegah ekspansi sawit pada kawasan hutan. Moratorium sawit merupakan kebijakan penting yang berdampak positif bagi upaya perbaikan tata kelola perkebunan sawit nasional. Apalagi saat ini pasar global mengharuskan sawit dan produk turunannya berasal dari praktik perkebunan yang lestari. Jejak buruk pengelolaan sawit Indonesia selama ini bisa menjadi hambatan utama keberterimaan komunitas internasional. Maka, evaluasi perizinan, penyelesaian konflik tenurial, serta optimalisasi hasil berbasis praktik berkelanjutan wajib dilakukan.